di perkembangan teknologi yang pesat, selalu akan ada manusia di belakangnya. apabila teknologi yang menguasai manusia, selalu akan diperlukan sisi humanisme untuk bisa hidup berdampingan satu sama lain, sebagai mahkluk yang "hidup". kepekaan sosial, kerelaan untuk menjadi pendengar, kesigapan untuk memberikan hal yang diperlukan pihak lain, serta kelincahan untuk mengisi celah strategis demi mempertahankan "kehidupan" akan mutlak diperlukan sampai lini waktu apa pun.
kita seluruhnya pasti bergerak, menuju (menjadi) ke suatu arah yang kita yakini. dengan nilai-nilai yang bertumbuh seiring dengan pertumbuhan diri kita.
dan dalam pergerakan itu, pasti kita akan saling bersinggungan. kadang kita tersinggung, kadang juga kita menyinggung. kadang kita sadar, kadang juga tidak akan hal itu. dalam proses itu, diperlukan sisi humanis untuk menjadi fleksibel sehingga dapat bertahan dan mempertahankan kehidupannya sebagai sebuah individu.
jadi kalaupun bidang pekerjaan di bidang humanisme itu di'gadang-gadang', akan lenyap, tergantikan oleh pekerjaan di bidang it. tapi hey, justru ahli-ahli sosial itu lah yang diperlukan di tengah perkembangan teknologi yang masif.
sama seperti ketika semua orang hanya peduli dengan serbuk kopi ketika akan membuat kopi yang nikmat. dan "mungkin" lupa dengan suhu rebusan air yang akan digunakan, juga bisa berpengaruh pada kualitas secangkir kopi.
dalam membangun sesuatu, apalagi suatu yang besar, kerja sama sangat diperlukan. bagaimana bisa seorang yang hanya terlatih untuk bidang komputasi, dan hanya berinteraksi sehari-hari dengan komputernya, lalu menghindari interaksi dengan manusia, bisa membangun hal "besar" itu?
jawabannya tentu dengan "belajar" ilmu humaniora- menumbuhkan sisi humanis dalam dirinya.